Senin, 02 Juli 2012

Di Sawojajar: Ayah Tunanetra, Anak Ditolak Masuk Sekolah Negeri.


Ironi Pendidikan
Musim tahun ajaran baru ini, terdengar ironi lagi di dunia pendidikan. Jika beberapa saat lalu kita dibuat terenyuh dengan semangat anak-anak seperti yang terlihat di foto sebelah. Mereka harus bertaruh nyawa setiap kali berangkat dan pulang sekolah, dengan cara bergelantungan pada seutas tali jembatan yang telah rusak. Tidak bisa membayangkan andai tangan-tangan mungil itu lelah menggenggam tali yang menyangga tubuhnya. Karena mereka berjalan tanpa  seutas pun tali pengaman. Sungai yang lebar serta dalam dibawahnya mengancam keselamatan  mereka.
Sedangkan kali ini, ironi di dunia pendidikan itu lain lagi. Seorang anak yang memiliki ayah tunanetra di Kota 
Malang, Jawa Timur, ditolak masuk sekolah dasar negeri. Hal ini terjadi dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SDN Sawojajar 1, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. 
Kompas online mengabarkan, Kifli Ismunandar, orangtua dari siswa yang ditolak, Keyla Putri (7), melaporkan penolakan tersebut kepada LSM Koalisi Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP) Malang.
Kifli yang merupakan warga Jalan Kapi Pramuja, Sawojajar, Kabupaten Malang, mengetahui anaknya gagal masuk di sekolah tersebut saat pengumuman penerimaan siswa baru, kemarin. "Anak saya menangis karena tidak diterima di sekolah itu tanpa ada alasan yang jelas," aku Kifli. 
Berdasarkan cerita Keyla kepada Kifli, saat menjalani tes akademik, Keyla sudah berhasil menjawab dengan lancar semua pertanyaan yang diajukan guru penguji selama 15 menit. Setelah itu, guru penguji bertanya soal pekerjaan ayah Keyla. Dengan polos Keyla pun menjawab kalau bapaknya tidak bekerja karena tunanetra. Sementara ibu Keyla tukang cuci dan setrika baju. 
Menurut Keyla, setelah mendengar jawaban tersebut, si guru penguji terdiam dan tak melanjutkan pembicaraan dengan Keyla. 
"Anak saya langsung kecewa. Apakah karena jawaban tentang pekerjaan itu yang membuat anak saya gagal masuk SDN Sawojajar 1, atau karena faktor lain? Ini belum jelas alasan sekolah," kata Kifli. 
Kifli memang bukan warga Kota Malang. Namun, sekolah yang paling dekat ke rumahnya adalah SDN Sawojajar 1. Banyak pula anak dari tetangga Kifli yang bersekolah di SDN Sawojajar 1. "Memang sekolah yang terdekat adalah SDN Sawojajar 1," ujarnya. 
Setelah mendapatkan pengakuan Keyla, kemarin Kifli langsung mendatangi sekolah tersebut. Tujuannya untuk mempertanyakan alasan penolakan Keyla sebagai siswa SDN Sawojajar 1. "Saya hanya ingin tahu, apa alasan pihak sekolah menolak anak saya. Apa karena nilainya jelas atau alasan lain?" katanya. 
Sayangnya, Kifli tidak berhasil menemui kepala sekolah. Tidak ada satu pun perwakilan sekolah yang juga mau menemuinya. "Saya hanya ditemui salah seorang anggota komite sekolah dan dijanjikan untuk dipertemukan dengan pihak sekolah pada Sabtu besok," aku Kifli. 
Menurut juru bicara KMPP Malang, Didit Sholeh, Kifli memang melaporkan kasus yang menimpa anaknya itu ke mereka. "Kasus yang diadukan oleh Pak Kifli itu menunjukkan jika ada yang tidak beres dalam PPDB," katanya. 
Menurut Didit, pihak sekolah dinilai sudah melakukan pelanggaran hak asasi manusia karena seorang anak gagal menikmati hak untuk belajar. "Buktinya, ada pertanyaan tentang pekerjaan orangtua. Apalagi orangtua Keyla seorang tunanetra. Kami akan melakukan advokasi masalah kasus ini," ungkap Didit. "Pihak Dinas Pendidikan Kota Malang harus segera turun tangan karena pelanggaran itu sudah masalah kemanusiaan, jelas melanggar HAM," ucapnya lagi. 
Secara terpisah, anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Sutiadji, menegaskan bahwa yang jelas, sekolah tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap para siswa dengan alasan tidak menerima calon siswa karena orangtua siswa tidak mampu, apalagi tunanetra. "Kalau benar ada sekolah melakukan diskriminasi, Dispendik Kota Malang (Dinas Pendidikan Kota Malang) harus tegas dan memberi sanksi kepada pihak sekolah bersangkutan," katanya. 
Sutiaji juga berjanji, pihaknya akan segera melayangkan surat teguran kepada Dinas Pendidikan Kota Malang, atas kasus tersebut. "Dinas Pendidikan harus bertindak tegas atas pelanggaran itu," katanya. 
Sementara itu, Kepala SDN Sawojajar 1 Bettin Juniaria Herina Sutrisnawati membantah tuduhan Kifli tersebut, saat dihubungi melalui telepon. "Semua pengakuan Kifli tidak benar. Jelas pengakuan itu tidak benar. Kalau ngotot ingin masuk, silakan temui saya," kata Bettin. 
Menurutnya, tidak ada kriteria orangtua dan tidak ada sesi wawancara dengan calon siswa. "Kita juga masih menanti daftar ulang. Kalau ada yang mengundurkan diri, bisa diisi calon lain. Ada 10 orang sistem cadangan," kata Bettin.
Menurutnya, kriteria untuk masuk SDN Sawojajar 1 adalah batasan umur 7 tahun sampai 12 tahun serta siswa mampu membaca abjad. "Untuk nilai hasil tes, tidak diumumkan karena internal sekolah. Yang jelas dalam tes itu tak ada pertanyaan atau wawancara soal kondisi orangtua. Tidak benar kalau dikatakan sekolah tanya kondisi orangtua," ujar Bettin lagi. 
Sayangnya statemen tersebut dikeluarkan setelah berita ini ramai dibicarakan. Seandainya ibu kepala sekolah mau menemui sang ayah ketika meminta penjelasan, tentu ironi di dunia pendidikan tak akan terjadi dan bisa segera diklarifikasi. 
Apa pendapat Anda ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar